Penutup kepala. Hanya di Banua. Jadi Penanda status sosial. Ada yang sekadar ingin di sebut haji.
Oleh: Rudiyanto
Sejak kepulangannya dari Tanah Suci pada 2003, Hj Batinah (68) selalu memakai bolang sebagai penutup kepalanya. Baik ketika sedang di dalam maupun saat beraktifitas di luar rumah, penutup kepala berbahan kain dengan ornamen lilitan kain di bagian pinggirnya itu tak pernah lepas dari kepalanya.
Bagi Hj Batinah, bolang tak sekadar sebagai penutup kepala tanpa makna. Lebih dari itu, Bolang menjadi semacam penanda bahwa ia telah menunaikan rukun Islam kelima dan sebagai penyandang gelar haji. Dengan memakai bolang pula, dapat dengan mudah diketahui mana yang telah berhaji dan mana yang belum.
Menurut Hj Batinah, khususnya tempo dulu, berhaji adalah perjuangan berat yang menuntut kesiapan jiwa, raga. Termasuk di dalamnya usaha dan kerja keras mengumpulkan uang untuk ongkos pergi ke tanah suci. Apalagi bagi sebagian besar masyarakat, ongkos naik haji yang mencapai puluhan juta bukanlah jumlah sedikit.
Atas segala perjuangan dan kerja keras untuk dapat berhaji itu, wajar kemudian diberikan penanda sebagai wujud penghargaan bagi mereka yang sudah berhaji, dengan cara mengenakan bolang bagi wanita dan kupiah putih atau juga biasa disebut kupiah haji bagi laki-laki. “Ketika itu ongkosnya Rp25 Juta. Dan itu bukan jumlah yang sedikit. Perlu bertahun-tahun menabung untuk mengumpulkannya. Jadi saat mengenakan bolang ada semacam rasa kebanggaan tersendiri atas semua perjuangan yang telah dilakukan,” kata Hj Batinah.
***