Jejak Kolonial di Perkebunan Tua Milik Negara (Bagian – 2)

Oleh: Rudiyanto

Berjarak sekitar satu kilometer dari Kuburan Jepang, di afdeling yang sama, puing bekas bangunan masa kolonial juga masih kokoh berdiri di antara pepohonan karet yang kini sudah berganti sawit. Dari bentuknya, puing berukuran raksasa yang sudah menghijau karena lumut ini tampak seperti sebuah dinding bekas bangunan dengan bentuk kuncup di bagian atasnya. Dilihat dari ketebalannya, dapat dipastikan dulunya bangunan tersebut berukuran jumbo.

Menurut Suyatno, salah seorang warga setempat ditemui belum lama tadi, puing tersebut dulunya adalah bangunan milik Belanda yang digunakan untuk menyimpan uang dan benda-benda berharga lainnya. Jika sekarang, bangunan itu sama dengan bank. Karena bekas bangunan tempat penyimpanan uang dan benda berharga milik Belanda, konon banyak benda berharga tertimbun di antara puing bangunan tersebut.

Versi lain tentang puing tersebut, menurut Suyatno, bekas pabrik pengolahan karet yang dibangun Belanda. Selain bangunan pabrik pengolahan dan pengasapan karet, di lokasi puing tersebut dulunya juga berdiri bangunan perkantorannya. Bukti jika itu bekas bangunan pabrik pengolahan karet, adanya beberapa bekas kolam atau bak berukuran besar yang digunakan sebagai wadah membekukan lateks.

Diceritakannya, sebelum lokasi pabrik pengolahan karet beserta perkantorannya dipindahkan ke lokasi sekarang, di Bawahan Selan, Kecamatan Mataraman, aktifitas produksi karet terpusat di areal puing tersebut yang secara teritori masuk wilayah Desa Danau Salak, Kecamatan Astambul.

“Tahun 1958 pabrik dipindah ke lokasi sekarang. Karena sebelumnya pabrik dan perkantorannya berada di Desa Danau Salak yang masuk wilayah Kecamatan Astambul, nama Danau Salak melekat sampai sekarang kendati lokasinya tak lagi berada di Desa Danau Salak,” kata Suyatno. (www.mikirkritis.com)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *